Memanfaatkan waktu luang bisa menghasilkan omzet jutaan. Seperti yang dilakukan Sunarsih (57) warga Pakunden Jl Maninjau D4/ 18 Sukorejo Kota Blitar ini.
Sunarsih yang merasa tidak punya kemampuan bekerja kantoran, belajar autodidak berbagai keterampilan. Di antaranya menjahit dan merajut.
"Waktu itu gaji PNS masih sedikit, saya sebenarnya terpaksa belajar jahit sama rajut ini. Mau kerja apa? Wong jadi pegawai kantor enggak bisa," katanya saat ditemui
Mulai tahun 1990, Ibu seorang putra ini tekun belajar, hingga hasil karyanya diminati tetangga yang lalu membelinya. Meningkat, ada sebuah toko perlengkapan wanita di Kota Blitar yang mau barter rajutan karyanya dengan benang.
"Sejak dipajang di toko itu akhirnya banyak pesanan. Mereka datang ke rumah kontrakan saya, suruh buatkan ini itu sambil dikasi lihat bentuk rajutannya. Dari situlah saya belajar makin banyak motif rajutan dan bahanya juga macam-macam ," jelas ibu yang akrab dipanggil Cicik itu.
Sekarang hasil karya rajutan Cicik tidak hanya syal atau sweater, namun ada sandal, sepatu, tas, topi, jaket dan berbagai asesoris untuk bayi.
"Benangnya juga beragam seperti siet, katun, poly. Kalau untuk sepatu benangnya yang tahan air seperti nilon talikur dipadu tali kulit," ungkapnya.
Kemajuan usahanya membuat keluarga kecil itu mampu membeli rumah sendiri di tengah Kota Blitar. Untuk bermacam karya rajutnya, seperti alas kaki perempuan, Cicik memasang banderol Rp 10 ribu sampai Rp 150 ribu. Untuk sepatu rajut pria harga mulai Rp 250 ribu sampai Rp 400 ribu. Sedangkan untuk tas paling murah Rp 90 ribu sampai Rp 500 ribu.
"Sekarang pesanan paling banyak itu dari Malang dan Bali. Mereka pesan sepatu bayi dan sandal tiklek (kombinasi kayu) rajut nilon," kata Cicik. Pesanan juga mengalir datang dari Surabaya, Bandung dan Bogor.



Komentar
Posting Komentar